Saturday, November 27, 2010

BaGHOST's Album Review: The Beatles-Revolver

Revolver, lebih dari 40 tahun yang lalu album ini telah meninggalkan kesan yang kuat, dan ini mungkin adalah salah satu alasan kenapa saya jatuh cinta ke musik rock ‘n’ roll—meskipun masih ada misteri besar yang masih belum bisa saya jawab adalah kenapa saya pada akhirnya tidak memberhalakan the Beatles. Waktu itu saya masih anak kecil, namun saya segera bisa tahu bahwa Eleanor Rigby adalah musik yang tidak biasa. Sebuah lagu di dalam album rock yang seluruh instrumentasi dikerjakan dengan alat musik gesek a la chamber music?

Beberapa waktu yang lalu saya mengetahui setelah membaca buku Alex Ross, The Rest Is Noise: Listening to the 20th Century bahwa lagu ini adalah hasil nyantrik Paul McCartney mendengarkan karya komponis Jerman Karlheinz Stockhausen. Secara teknis, "Eleanor Rigby" juga sudah sangat maju, alat musik gesek yang menyayat di sebelah kanan dan vokal McCartney di sebelah kiri dan hanya pada beberapa titik, vokal McCartney menyatu di tengah bersama alat musik gesek. Ini adalah penggunaan efek stereo yang paling efektif. Bagi saya ini adalah lagu terbaik McCartney, jauh lebih baik dari "Let It Be".

Revolver di hasilkan di tengah puncak kreativitas studio the Beatles, diapit oleh Rubber Soul yang masih agak malu-malu bereksplorasi dan Sgt. Pepper’s Lonely Heart Club Band, yang eksesif itu. Di album ini kita masih bisa mendapatkan the Beatles sebagai band rock ‘n’ roll murni yang baru saja keluar dari garasi, seperti di lagu “Taxman”, sebuah lagu yang sangat politis yang secara mengejutkan di tulis oleh si pendiam George Harrison. Jika tidak sedang memberi ketukan ritme gitar yang kelak menjadi inspirasi bagi band power-pop seperti the Knack, Big Star, dan the Posies, gitar solo Harrison menyalak dengan nada nada tinggi yang garang.

The Beatles di album ini sudah sedemikian maju sehingga mampu memutar terbalik gitar solo Harrison di “I’m only Sleeping” menjadi sebuah suara gitar dari dunia mistik. Berbicara tentang mistisisme, Revolver juga adalah album the Beatles pertama yang menjadikan sitar dan tabla (di lagu “Love You To”) sebagai instrumen utama (yang mungkin juga pertama untuk rock ‘n’ roll.

Ketika McCartney-Lennon bergabung menyatukan kekuatan yang kita dapat adalah lagu yang menjadi landasan bagaimana pop kemudian di definisikan. Lagu tersebut adalah “Here, There and Everywhere”. Di sisi yang lain ada lagu yang merupakan hasil akhir dari kegemaran Beatles untuk melakukan uji coba dengan penemuan penemuan baru di studio namun penemuan-penemuan di bidang kedokteran. Bidang kedokteran yang saya maksud adalah penemuan LSD yang kemudian menjadi sangat berpengaruh untuk melebarkan otak John Lennon sehingga dia bisa mengalami pengalaman psychedelic.

Pengalaman luar dunia ini secara sangat menakjubkan bisa dituangkan—dengan pemakaian tipuan-tipuan studio yang canggih—oleh Lennon dan McCartney dalam lagu “Tommorrow Never Knows”, tiga menit bunyi-bunyi tidak berbentuk, loop tape yang diputar terbalik, teriakan-teriakan anjing laut, ketukan ketukan ganjil Ringo Star dan Lennon yang seperti menyanyi dari dalam laut adalah psychedelia dalam bentuknya yang paling sempurna. Musik pop tidak pernah sama lagi setelah itu.

My Rating: 5/5

Friday, November 19, 2010

Bung Hatta dan Mobil-Mobil mewahnya

Saya mendadak teringat Mohammad Hatta (1902-1980), sang proklamator yang tindakan-tindakannya bergelimang kebersahajaan. Di ranah politik kebangsaan, peran Hatta tak dapat disangsikan lagi. Bak lonceng, nasionalismenya senantiasa berdentang hebat, tak pernah ia kehilangan arah bahkan saat belajar di negeri Belanda. Pikiran dan jiwanya selalu terpaut dengan masalah bangsanya.

Sekembalinya di tanah air, Bung Hatta langsung tancap gas di medan pergerakan hingga membawa bangsanya lepas dari penjajahan. Ia adalah seorang intelektual, ekonom serta aktivis pergerakan yang berdiam di dunia yang kini makin tak ditinggali oleh elite politik dan pejabat publik kita. Apa itu? Dunia yang dibalut kesederhanaan, jauh dari hedonism yang disetir materi.



Alkisah saat menjabat sebagai wapres, Bung Hatta tergiur untuk memiliki sepatu Bally, merek sepatu bermutu tinggi dan tak murah pada1950-an. Iklan yang memuat alamat penjual sepatu itu ia simpan. Hatta berusaha menabung demi membeli sepatu idamannya. Namun uang tabungannya tak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan.Sepatu itu tak pernah terbeli dan guntingan iklan sepatu tadi jadi saksi hingga Bung Hatta wafat. Pribadi yang sederhana ini tak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pejabat negara, bahkan untuk sepatu Bally.

Dari Bung Hatta kita boleh belajar bagaimana menjadi manusia utama seperti dibayangkan Aristoteles. Manusia utama adalah seseorang yang kuat dalam kepribadian, mantap dalam prinsip serta memiliki kebijaksanaan etis. Hidup Hatta adalah pertemuan tiga sisi itu dalam wujudnya yang mengundang decak kagum. Menjadi pemimpin, ujar Hatta, haruslah mampu menduga apa yang terasa dalam hati rakyat, menggerakkan apa yang tidak bisa berjalan sendiri, menyuluhi jalan yang masih gelap di mata rakyat, tapi telah terkandung di hatinya (Memoar Bung Hatta, hal. 326). Hatta mengajarkan rasa empati, selalu berikhtiar menyelami perasaan rakyat. Dalam konteks itu, bagaimana meletakkan pemberian fasilitas mobil Toyota Crown Royal Saloon kepada menteri dan sejumlah petinggi parlemen yang mengundang polemik itu?

Pertama, terasa betul betapa rasa empati sudah menguap dari sebagian besar pejabat di negeri ini. Coba saja kita kalikan Rp 1,325 miliar dengan 150. Dana sejumlah itulah yang dikeluarkan negara untuk membiayai pembelian mobil para pejabatnya. Wow!!! Sementara penduduk miskin di negeri masih 32,5 juta jiwa. Bahkan, Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI) menaksir, tahun ini akan terjadi kenaikan penduduk miskin sebesar 200 ribu jiwa. Kini tidak ada lagi kepekaan, padahal sejatinya anggaran yang dibelanjakan untuk mobil mewah itu adalah uang rakyat. Kedua, fasilitas mobil Camry kepada menteri sudah cukup wah untuk ukuran negeri ini yang belum sanggup menyejahterakan rakyatnya. Bukankah mobil Camry yang lama masih dapat digunakan untuk menopang kerja pejabat. Atau mungkin fasilitas mobil itu telah menjadi hak milik para pejabat/menteri periode sebelumnya. Poin ini harus dijelaskan pada publik, karena fasilitas itu melekat pada jabatan (atribut) dan bukan pada individu (pejabatnya). Demikian juga fasilitas mobil untuk pejabat di daerah (dari anggota DPRD hingga KPUD).

Dan ketiga, ada indikasi—ini setidaknya menurut temuan ICW—bahwa pagu anggaran untuk membeli mobil untuk pejabat itu melebihi yang ditetapkan. Peraturan Menkeu mengenai Standar Biaya Umum Anggaran 2009 menyebutkan, biaya tertinggi untuk pengadaan dinas pejabat sebesar Rp400 juta per unit. Sementara dalam penetapan APBN padaOktober 2009 disepakati biaya per unit mobil sebesar Rp810 juta.

Nah jika harga satu unit mobil yang dibeli melambung hingga Rp 1,3 miliar, dari mana dana tombokannya berasal. Andai pun dana itu diambil dari APBN, sudahkah disetujui wakil rakyat? Sudah rahasia umum negeri ini makin kekurangan sosok yang layak diteladani. Sebaliknya politik makin menjauh dari hakikatnya, yakni demi keutamaan umum. Politik dihuni oleh individu yang berkepentingan terhadap modal dan penumpukan kekayaan diri dan kelompok. Dalam aras tertentu dapat ditemukan dengan mudah sebuah kecenderungan zoonpolitikon yang menghamba pada keinginan memuaskan hasrat ragawi.Sejenis hedonisme—aliran dalam filsafat yang mengajar bahwa sebagai aturan paling dasar hidup kita hendaknya menghindar dari rasa sakit dan mengusahakan rasa nikmat. Aristoteles menolak keras hedonisme. Dalam Etika Nikomacheia, ia menyebut tiga pola hidup yang membawa kepuasaan dalam dirinya sendiri: Hidup mengejar nikmat, hidup berpolitik dan filsafat.

Bagi filsuf yang ajarannya bergema kembali setelah dihidupkan oleh Ibnu Rusyd ini, hidup yang mengejar nikmat tak ubahnya “pola hidup ternak”. Menuru tAristoteles binatang melakukan apapun semata-mata demi pencapaian nikmat atau untuk menghindar dari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme menerapkan cara hidup hewani kepada manusia, tidak masuk akal dan tentu saja amat memalukan (Menjadi Manusia, Belajar dari Aristoteles hal. 11-14). Belakangan diketahui banyak binatang, seperti semut dan burung, dan hampir semua binatang menyusui juga mengenal kelakuan altruis demi kepentingan kelompok dan keturunan.

Di tengah bersimaharajalelanya sikap acuh tak acuh pejabat publik terkait pemberian mobil mewah, apa yang dilakukan senator asal Sulawesi Tenggara, Laode Ida dengan mengembalikan mobil Crown Rayol Saloon seperti sebuah oase di gurun pasir.

Paling tidak itu mengabarkan bahwa sebongkah nurani masih berdiam pada segelintir pejabat publik negeri ini. Sesuatu yang layak disyukuri dan seyogianya disemai, dipupuk dan dirawat agar tumbuh subur menaungi elite politik dan pejabat publik. "Saya takut dicibir rakyat," kata Laode Ida saat menyerahkan mobil mewah itu. "Mungkin karena saya berlatar belakang keluarga miskin sehingga soal sensitivitas di matapublik ini begitu saya perhatikan," tambah senator yang juga peneliti intim Nahdlatul Ulama dan Abdurrahman Wahid ini (Jawa Pos, 5/1).

Seandainya pun tindakan Laode itu tak lepas sekali dari upaya pencitraan—sebentuk ikhtiar meraih popularitas—itu jauh lebih baik dari sekian banyak pejabat penerima mobil itu yang bergeming meskipun rakyat di luar gedung pemerintah dan parlemen masih juga mencibir tanda masygul.

Lebih dari itu, marilah kembali pada Hatta untuk menyegarkan pemahamankita ihwal politik. Pertama, Hatta menegaskan politik adalah arenadignitas di mana keutamaan umum dipertaruhkan dan karena itu harus dijaga, disterilkan dan dihindarkan dari intervensi kepentingan pribadi dan ekonomi.Kedua, politik harus disterilkan dari kepentingan primordial.

Dan ketiga, Hatta menganjurkan bahwa dimensi etis dalam kepolitikan yang bersifat publik itu harus tercermin dalam nilai-nilai individual setiap warga (Republikanisme dan Keindonesiaan, hal. 114-116).




*) Bukan tak setuju fasilitas mobil buat pejabat. Tapi ukur-ukurlah dan selami lubuk hati rakyat.

John Lennon atau Paul McCartney?

Setelah band mereka bubar, John Lennon dan Paul McCartney membuat aksi masing-masing yang bukan hanya sedap untuk didengarkan, namun juga dijadikan “mainan” oleh pecinta The Beatles dan media sebagai sesuatu yang arahnya menjadi alotnya versus. “Pilih John atau Paul?” Itulah pertanyaan dengan tingkat kelestarian yang membuntuti abadinya karya-karya kolaborasi mereka.

Dalam “permainan” ini, meski dia masih hidup, Paul seringkali dianggap tidak memiliki senjata selengkap John. Dimulai dari yang sangat permukaan, benda fashion apa yang dikenakan Paul yang bisa menandingi sepucuk kaca mata lensa bulat?

Ini juga permukaan (namun kita tak bisa lepas dari pop), nama siapa yang lebih enak dan mudah diucapkan dan ditulis, Paul McCartney atau John Lennon? Walau secara grafis, menulis sambung nama Paul McCartney bisa jadi elegan dan “mahal”. Tapi kelompok humor Warung Kopi pernah melawak menyebut nama Jonte Lenonte.

Sekarang ke sampul album. Katalog rilisan Paul tentu lebih banyak dari John, tapi visual sampul rekaman apa yang paling diingat dunia? Lagipula, siapa yang pernah bugil di sana?

Beralih ke nama pasangan. Yoko Ono pasti bukan nama tukang ojek yang tidak popular. Siapa istri Paul? Sebentar, googling dulu. Oh ya, namanya Linda!

Tentang isu atau kampanye personal, Paul bicara apa? Apakah di ranjangnya?

Mari kita lihat sesuatu yang bernada: lagu. Tiga puluh tahun lalu John ditembak, dia tidak sempat ngeles, karena itu wafat. Paul McCartney masih hidup hingga kini. Kondisi tubuhnya sepertinya masih sehat. Jadi, sepantasnya katalog lagu Paul jauh lebih banyak dari John - kecuali Lennon rajin menulis lagu di alam baka. Dan Paul punya kesempatan untuk tampil atau menulis lagu bersama musisi-musisi besar- dari era apa pun- sejak The Beatles bercerai hingga kini, karena Paul hidup dan seorang legenda.

Bila bersikap netral, sulit untuk menentukan apakah lagu John atau Paul yang lebih baik, apalagi kalau barometernya berhenti di notasi. Dari karakter vokal, relatif untuk mengadunya. Tapi kita semua tahu bahwa ada rasa tertentu milik John yang membuat lagu-lagunya bukan hanya bagus, namun tersendiri.

Ini tentang energi konseptualnya, walau dalam bentuk pop, folk, rock, R&B, hingga avant garde. Dan bila bertemu lirik, semua jadi terasa jelas. Tentang siapa diantara mereka yang ahli meracau ke arah filosofis dengan untaian kalimat yang bersepatu ABRI - selembut apa pun bisikannya.

Misalnya pada “Love”: love is real, real is love.

Atau pada “God”: I don’t believe in Beatles

Tapi, cuma satu lirik lagu yang dibutuhkan John untuk membungkus segala tulisannya yang terdahulu: “Imagine”

Ajakan membayangkan yang diulang-ulang pada beragam hal dengan satu topik dan maksud besar, itu ibarat topping menggiurkan bagi segala hidangan John selama ini - sendiri maupun bersama The Beatles. Perdamaian telak menjadi seni. Pelatuk John adalah kenyataan yang ada pada kepalanya. Sementara bagi penikmat karyanya, di antara kesibukan sehari-hari, siapa tahu boleh berimajinasi…

Bayangkan John Lennon lahir di Tuban, Jawa Timur sementara Tony Koeswoyo di Liverpool.

Bayangkan Indonesiana Invasion melanda dunia pada 1960-an, apakah The Beatles di Inggris dilarang main musik “ngak-ngek-ngok” oleh ratunya?

Bayangkan album-album The Beatles sulit dicetak ulang karena masternya hilang atau sudah ditiban oleh rekaman solois semok.

Bayangkan John Lennon bintang Nusantara, terkena kasus narkoba, dan mendekam di infotainment.

Bayangkan usaha mengharmoniskan hubungan John dengan media massa masa kini, demi menambah nafkahnya.

Bayangkan John Lennon tanpa royalti.

Bayangkan John Lennon menabung untuk beli CD impor.

Bayangkan John Lennon banting stir dagang bubur ayam.

Bayangkan John Lennon kabur dari kantornya untuk manggung.

Bayangkan John Lennon masih hidup di saat Michael Jackson sangat tenar.

Bayangkan John Lennon adalah pengarang singkatan “siskamling”.

.Bayangkan John Lennon sengaja menulis lagu untuk RBT.

Bayangkan John Lennon memikirkan tweet berikutnya.

Bayangkan John Lennon terus-menerus me-remake “Imagine”, atas saran label-nya, dengan harapan karirnya panjang umur serta mulia.